Polewali Mandar, GNN gerbangnusantaranew.com
Kawasan Transmigrasi Tubbi Taramanu di Kabupaten Polewali Mandar menjadi ruang penting dalam penyusunan arah pembangunan berbasis kolaborasi ketika Tim Ekspedisi Patriot Universitas Indonesia (UI) menghimpun aspirasi dari 24 desa yang berada di tiga kecamatan—Tubbi Taramanu, Luyo, dan Bulo. Forum tersebut menjadi momentum penyelarasan pemahaman antara pemerintah daerah, masyarakat, dan akademisi mengenai penguatan kelembagaan ekonomi kawasan transmigrasi sebagai satu kesatuan wilayah pembangunan, 11 November 2025.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari akademisi dan pemerintah daerah. Muhammad Asdar, Guru Besar Universitas Hasanuddin, memaparkan konsep kolaborasi ekonomi dan kebijakan publik dengan menekankan pentingnya tata kelola yang inklusif dan melibatkan banyak pihak secara seimbang. Dari sisi teknis, perwakilan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Polewali Mandar, Basri, menyoroti penguatan hilirisasi produk lokal sebagai langkah strategis meningkatkan nilai tambah komoditas di desa.
Bagian utama forum ditandai dengan pemaparan hasil awal penelitian Tim Ekspedisi Patriot UI yang dipimpin oleh Mohammad Ridha bersama anggota Levi Nur Cahyani, Sri Diaskandhi, Aghnia Sahala Rizky, dan Sabrina Aprilianingrum. Melalui penelitian bertajuk “Desain Model Kolaborasi Kelembagaan Ekonomi Lokal Terpadu di Kawasan Transmigrasi Tubbi Taramanu”, tim memetakan rantai nilai komoditas, kapasitas sumber daya manusia, dinamika kelembagaan desa, serta peluang integrasi ekonomi antarwilayah. Paparan ini disampaikan oleh Levi Nur Cahyani sebagai perwakilan tim peneliti.
Dalam penjelasannya, Levi menegaskan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi hanya dapat berjalan efektif apabila seluruh unsur bergerak secara terpadu.
“Sinergi adalah kunci. Kawasan ini harus dibangun sebagai satu kesatuan, bukan berdiri sendiri-sendiri. Keberhasilan ekonomi kawasan transmigrasi hanya dapat dicapai apabila seluruh elemen bergerak secara terhubung,” ujarnya.
Forum tersebut dihadiri oleh seluruh kepala desa dari 24 desa di tiga kecamatan, bersama perwakilan BUMDes, koperasi desa, UMKM, kelompok tani, dan warga transmigrasi. Kehadiran berbagai pemangku kepentingan itu memberikan ruang bagi penyampaian persoalan nyata di lapangan langsung kepada akademisi dan pemerintah daerah. Beragam kelompok tani dan BUMDes—seperti Gotong Royong Pussui, Usaha Bersama Batupanga Daala, Boyang Panda Ratte turut hadir dan menuliskan aspirasi kondisi aktual mengenai produksi, pasar, dan tantangan kelembagaan desa.
Pertemuan tersebut mengundang juga tim ekspedisi dari Universitas Padjajaran, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gajah Mada, serta juga diikuti akademisi dari Universitas Al-Asyariah Mandar, Universitas Sulawesi Barat. Kehadiran lintas kampus itu memperkaya analisis dan memberi perspektif luas mengenai pengembangan kawasan transmigrasi sebagai model ekonomi terintegrasi di masa depan.
Dari sesi diskusi, mengemuka kesepahaman bahwa Kawasan Transmigrasi Tubbi Taramanu perlu dipandang sebagai satu ekosistem ekonomi yang saling terhubung. Integrasi rantai nilai produksi, penguatan kelembagaan desa, peningkatan kapasitas SDM, hilirisasi komoditas lokal, serta pembentukan jejaring pasar menjadi fokus penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan.
Forum tersebut menegaskan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi tidak dapat berjalan parsial. Ia menuntut kolaborasi erat antara masyarakat, pemerintah daerah, dan akademisi. Melalui penyelarasan aspirasi dan temuan awal penelitian, arah pembangunan Tubbi Taramanu diharapkan dapat dirumuskan secara lebih terukur, berkelanjutan, dan sesuai kebutuhan masyarakat. Dari kawasan transmigrasi Tubbi Taramanu, arah baru pembangunan kawasan transmigrasi semakin nyata dan terarah.



